Pinta Hati



Dear You,



Aku bukan seorang yang pandai menuturkan cerita. Bukan seorang yang mampu menggores warna dengan komposisi sempurna. Aku juga tidak selihai pengarang  yang mampu mengaduk-aduk perasaan lewat permainan kata untuk mewakili sebuah rasa. Namun berkatmu aku senang bercerita, aku menulis apa saja yang ingin ku sampaikan padamu... Suatu saat nanti -aku tak tahu kapan-

Ini bukanlah tulisan pertama yang (sebenarnya) ingin sekali  kutujukan padamu. Aku bahkan  tidak bisa menghitung berapa banyak yang (sudah) kutulis untukmu. Tapi... tak satupun yang (berani) aku sampaikan padamu. Bukan aku terlalu malu mengakui perasaan ini, aku hanya terlalu takut bilamana harus menatapmu dengan sikapmu  yang masih sama. Angkuh.

Kali ini mau tidak mau aku harus menepis ‘takut’ itu. Ku rasa hanya untuk beberapa detik saja. Ya. Sebelum semua benar-benar terlambat untuk terjadi –jika itu memang benar bisa terjadi-
Hahaha... Kadang aku merasa sangat konyol. Harus membungkam rasa dalam diam. Kenapa aku tidak langsung mengatakan saja dihadapanmu bahwa aku menyukaimu? Ah... Itu tidak mungkin!

Aku memang tidak pernah berbicara secara langsung denganmu. Tidak pernah menatap dalam ceruk matamu. Aku bahkan tidak tahu menahu siapa namamu. Hahaha. . . Lucu bukan? Tidak! Aku serius. Aku menyukaimu. Aku menyukai lekuk mata sipitmu yang mirip dengan mataku. Aku menyukai keangkuhan dalam dirimu. Kurasa aku menemukan kehangatan dibalik sikap dinginmu. Ya. Kurasa aku jatuh cinta (padamu) :-D

Monsieur  D. . . bukankah selama 3 tahun ini aku memanggilmu seperti itu? Tentu saja aku tidak memanggilmu secara langsung. Aku sudah menyebutkan aku tidak (belum pernah-berharap suatu saat akan menjadi  pernah-) berbicara secara  langsung denganmu. Dalam lamunku, dalam igauanku, dalam mimpiku, aku senang memanggilmu seperti itu. Aku ingin berterima kasih, padamu yang memberiku hitam putih kenangan, untukmu yang membuatku berani berharap, serta kamu yang pernah membuatku mencicipi asam manis jatuh cinta, rindu, marah, jengkel, lelah yang tertumpuk rapi dalam kotak kecil yang ku sebut hati.

Ini adalah 3 minggu terakhir untuk menggenapi 3 tahun utuh aku mengagumimu. Aku hanya mengingatkanmu. Setelahnya (mungkin) aku tidak akan dipertemukan lagi denganmu di persimpangan jalan berkabut yang setiap pagi kulalui untuk menjangkau sekolahku. Aku tidak akan melihat lagi lekuk-lekuk wajahmu yang membuatku merindu setengah mati. Sungguh aku tidak ingin seandainya aku bisa! Namun inilah kesudahannya. . .

Aku tau inilah risiko yang (memang) sepantasnya aku dapatkan. Aku tak menyalahkanmu. Aku juga tidak akan menuntutmu membantuku menyeduh luka karena pada akhirnya (pun) aku harus menyaksikanmu pergi. Ini salahku! Seharusnya aku menjauh dikala aku bisa. Pergi disaat rasa ini belum menjelma dan menjadi separo bagian lebih dari sepetak hatiku. Agar aku tak merasa sekehilangan ini. Kau tau, kan? Beratnya melepaskan sesuatu yang kamu cintai? Tidak. Aku tidak berharap kamu (akan) pernah merasakannya. Cukup aku saja.

Bolehkah aku meminta (memaksakan) satu hal untuk 3 minggu terakhir kita akan pernah bertemu? Ku mohon. ;-(

Biarkan aku menatapmu. . . Biarlah, hanya untuk hari ini dan esok –jika masih ada mentari -

Hanya itu. Aku tidak memintamu melakukan hal yang menurutku berat. Kamu juga tidak perlu melakukan apapun -jika kamu merasa kasihan kepadaku- aku hanya ingin melihatmu. Itu saja :-)


Aku akan sangat merindukanmu dalam bilangan waktu yang tak terhitung,
selama aku masih bersama jiwaku, aku akan selalu merindukanmu,
 dan menjaga bayangmu yang mengendap di setiap denyut nadiku.
 Meskipun aku tau ini adalah kali terakhir aku bertemu denganmu.



Yang selalu mengagumimu,

Monsieur D

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Suci Mine mengatakan...

buat ciapa cih?? *sambil kedip2 ganjen*

Unknown mengatakan...

Buat seseorang aja :)

Posting Komentar